tipstekno.com – , Jakarta – Praktik pemindaian retina mata dengan iming-iming uang tunai yang marak di Indonesia menimbulkan keprihatinan mendalam dari para ahli keamanan siber. Tindakan ini membuka celah besar bagi pencurian data pribadi dan pelanggaran privasi skala masif, mengingat retina merupakan data biometrik paling sensitif dan permanen.
Baru-baru ini, praktik tersebut terungkap di sebuah ruko di Grand Boulevard, Desa Pusaka Rakyat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Warga berbondong-bondong datang untuk memindai retina mata sebagai persyaratan pendaftaran aplikasi Worldcoin, dengan tawaran uang tunai hingga ratusan ribu rupiah.
“Saya datang untuk scan mata, katanya dapat uang. Jadwalnya siang ini,” ungkap Devi, seorang warga, Senin, 5 Mei 2025.
Senada dengan Devi, Udin, seorang pengemudi ojek online, mengaku telah dua kali melakukan pemindaian retina dan menerima Rp 175.000. Ia menjelaskan prosesnya cukup mudah: mengunduh aplikasi, menonton video singkat, dan memindai retina.
Namun, di balik iming-iming tersebut, risiko keamanan data pribadi sangat besar.
Risiko Data Biometrik yang Tak Tergantikan
Edmon Makarim, pakar hukum siber Universitas Indonesia (UI), memperingatkan bahaya penyalahgunaan data retina jika jatuh ke tangan yang salah. “Sebaiknya kita ikuti langkah beberapa negara yang telah melarang praktik ini demi keamanan,” ujar Edmon kepada Tempo, Selasa, 6 Mei 2025.
Ia menekankan data biometrik seperti retina adalah data pribadi yang harus dijaga ketat. “Jika tidak ada keperluan mendesak, sebaiknya jangan berikan data ini,” tegasnya.
Pemindaian retina menggunakan teknologi inframerah yang merekam pola pembuluh darah di retina, menghasilkan citra digital unik untuk setiap individu. Keunikan inilah yang membuatnya digunakan dalam sistem keamanan tingkat tinggi, dari perbankan hingga akses terbatas.
Sayangnya, sifatnya yang permanen dan tak tergantikan justru menjadikannya incaran utama pelaku kejahatan siber. Akses ke data retina memungkinkan penjahat menyamar sebagai korban untuk mengakses rekening bank, menyalahgunakan kartu kredit, atau bahkan mengajukan pinjaman atas nama orang lain.
Ancaman Kebocoran Data Pribadi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 menyatakan data pribadi, termasuk informasi di KTP seperti NIK, nama, alamat, dan golongan darah, harus dijaga kerahasiaannya. Data retina, sebagai bagian dari data biometrik, memerlukan perlindungan lebih ketat.
Kasus kebocoran data, atau data breach, semakin sering terjadi seiring perkembangan digitalisasi. Mengutip Cyberhub.id, konsekuensi kebocoran data meliputi:
1. Pencurian Identitas
Data pribadi seperti nama, NIK, dan informasi keuangan dapat disalahgunakan untuk penipuan.
2. Penipuan Finansial
Pelaku dapat membuka rekening palsu atau mencuri dana korban.
3. Pelanggaran Privasi
Data yang bocor dapat digunakan untuk pemerasan atau merusak reputasi korban.
4. Kerugian Bisnis
Perusahaan yang mengalami kebocoran data dapat kehilangan pelanggan dan menanggung kerugian finansial dan hukum.
5. Dampak Hukum
Organisasi yang lalai dapat dikenai denda dan sanksi hukum.
6. Gangguan Operasional
Pemulihan sistem dan investigasi dapat mengganggu operasional perusahaan.
7. Stres dan Ketidaknyamanan Psikologis
Korban dapat mengalami tekanan mental dan rasa takut.
8. Hilangnya Kepercayaan Publik
Kebocoran data dapat merusak reputasi suatu institusi.
Achmad Ghiffarry Mannan dan Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengenal Worldcoin dan WorldId yang Dibekukan Izinnya oleh Kominfo