Google Cloud baru-baru ini menyelenggarakan Google Cloud Next 2025, acara tahunan mereka di Las Vegas, Amerika Serikat, pada 9-11 April. Inovasi terbaru berbasis kecerdasan buatan (AI) dari Google Cloud menjadi pusat perhatian dalam konferensi besar ini.
Pertumbuhan pesat AI dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan dampak signifikan. AI membantu pengguna mengakses informasi, mempercepat alur kerja, dan meningkatkan efisiensi bisnis.
Di sela-sela Google Cloud Next 2025, Hari Widowati dari Katadata.co.id mewawancarai Fanly Tanto, Country Director Google Cloud Indonesia, untuk membahas lebih lanjut penerapan layanan Google Cloud berbasis AI di Indonesia.
Berikut cuplikan wawancara tersebut.
Google memiliki visi untuk membuat AI dapat diakses oleh semua orang. Pada Maret lalu, Google dan BCG juga telah membuka Innovation Center di Indonesia. Mengapa Google Cloud menganggap akses inklusif terhadap AI sangat penting?
Kami percaya AI harus tersedia secara universal karena manfaatnya yang luas, bahkan dalam hal sederhana seperti penerjemahan. Kami juga memanfaatkan AI di Vidio.com (platform video streaming Emtek) untuk membedakan layanan mereka, termasuk penggunaan bahasa daerah seperti Sunda.
Potensi AI juga meluas ke berbagai sektor. Misalnya, di sektor publik, kami bermitra dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kami membantu guru membuat soal ujian, memantau kinerja siswa di seluruh Indonesia, dan menganalisis nilai mereka. Di sektor perusahaan, tujuh dari sepuluh bank di Indonesia dan tiga operator telekomunikasi terbesar menggunakan Google Cloud.
Pengguna MyTelkomsel, misalnya, merasakan manfaat AI melalui fitur pencarian yang cerdas. Pencarian kata kunci seperti “umrah” langsung menampilkan paket umrah yang relevan, sedangkan pencarian saat roaming di AS akan menampilkan paket roaming yang sesuai. Ini meningkatkan efisiensi pengguna.
Di platform digital native seperti Tiket.com dan Traveloka, AI memberikan rekomendasi yang relevan, misalnya saran pemesanan transportasi atau atraksi wisata di kota tujuan. Hal ini meningkatkan pengalaman pengguna.
Penerapan AI dan teknologi cloud ini sejalan dengan pertumbuhan pendapatan global Google Cloud yang mencapai 30% year-on-year pada kuartal keempat 2024. Penggunaan Vertex AI juga meningkat lima kali lipat dibandingkan tahun lalu, dan 20 kali lipat jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Ini menunjukkan peningkatan permintaan AI di kalangan pelanggan kami.
Ibu Fanly menyebutkan Indonesia sebagai pasar penting bagi Google Cloud, dengan permintaan layanan cloud dan AI yang signifikan. Dengan persaingan yang ketat, bagaimana Ibu melihat posisi Google Cloud Indonesia dalam beberapa tahun ke depan?
Google Cloud Indonesia saat ini memiliki market share utama di teknologi cloud, dan kami terus berinovasi. Contohnya, peluncuran Agentspace, AI yang membantu karyawan mengeksplorasi sumber daya internal dan meningkatkan produktivitas.
Kami juga meluncurkan fitur agent to agent. Di perbankan, misalnya, untuk proses pengajuan pinjaman, sistem ini dapat memproses informasi nasabah, riwayat pinjaman, dan dokumen pendukung dengan lebih efisien. Proses yang biasanya melibatkan empat tahap kini dapat dipercepat dan dioptimalkan.
Fitur agent to agent bersifat terbuka dan tidak terbatas pada teknologi Google Cloud saja. Kami menyediakan Agent Development Kit untuk mengembangkan agen AI, dan bermitra dengan perusahaan lain seperti Salesforce, ServiceNow, Oracle, dan Deloitte. Pelanggan dapat memilih sistem yang sesuai melalui Agent Garden.
Pada Google Cloud Next 2025, kami juga meluncurkan Tensor Processing Unit (TPU) generasi ketujuh, yang dua kali lebih cepat dari versi sebelumnya. TPU ini mendukung model AI inferensial berskala besar.
Google Cloud telah berkolaborasi dengan beberapa institusi pemerintah, seperti Kemenkes untuk aplikasi Satu Sehat, guna meningkatkan akurasi diagnosis medis. Bagaimana Google Cloud melihat peran AI dalam meningkatkan kualitas hidup di masa depan?
Kami melihat peluang besar dalam membantu pemerintah melakukan transformasi digital dan integrasi AI ke dalam layanan publik. Contohnya, membuat soal ujian yang lebih beragam dan relevan untuk berbagai tingkatan sekolah.
Kami juga menyediakan sovereign cloud melalui Google Distributed Cloud (GDC) untuk memenuhi kebutuhan keamanan data pemerintah. Kami telah meluncurkan Gemini AI di GDC untuk memenuhi permintaan pelanggan.
GDC merupakan kolaborasi Google Cloud Indonesia dengan Indosat. Sejak peluncurannya, berapa banyak kementerian atau lembaga yang telah bergabung dengan GDC?
Kemitraan ini diluncurkan di acara “AI for Indonesia” bersama Indosat. Minat tinggi ditunjukkan oleh berbagai badan pemerintah dan perusahaan terregulasi, seperti perbankan dan BUMN. Kami bekerja sama dengan Indosat untuk mengembangkan peluang ini secara bertahap.
Pada pembukaan Google Cloud Next 2025, CEO Alphabet dan Google Sundar Pichai mengumumkan investasi besar-besaran untuk infrastruktur cloud dan AI sebesar US$ 75 miliar. Apakah ada alokasi untuk Indonesia?
Kapasitas Google Cloud di Indonesia telah meningkat delapan kali lipat dibandingkan 18 bulan lalu. Kami menggunakan computing capacity terbaru dan tiga zona data center dengan cip terbaru untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi biaya. Investasi ini mencakup cip, teknologi, dan TPU untuk mendukung konsumen Indonesia di berbagai sektor.
Gemini di Google Workspace (Katadata/Hari Widowati)
Di era AI saat ini, Indonesia menghadapi kekurangan talenta digital sebesar 500 ribu orang per tahun, dengan kebutuhan mencapai 12 juta orang pada 2030. Bagaimana Google Cloud membantu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di sektor ini?
Kami bermitra dengan pemerintah dan perusahaan lain melalui program Cloud Skill Boost, platform online learning gratis tentang Google Cloud. Kami juga menyelenggarakan program Juara GCP, yang telah mencapai penyelenggaraan ke-11 dengan lebih dari 10 ribu pendaftar. Kami akan mengumumkan lebih lanjut mengenai program pengembangan talenta digital di Google Cloud Summit bulan depan (Mei).