Home / Technology / Bahaya World ID dan World Coin: Ancaman Nyata terhadap Privasi Data Pribadi Anda

Bahaya World ID dan World Coin: Ancaman Nyata terhadap Privasi Data Pribadi Anda

Di era teknologi kecerdasan buatan (AI), kebutuhan untuk membedakan interaksi manusia dan AI semakin mendesak. Inilah, secara sederhana, tujuan kehadiran World App di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Platform World App menjadi pusat perhatian setelah viral di media sosial. Kehadirannya memicu antrean panjang warga di gerai World di Bekasi dan Depok yang ingin “menyumbangkan” data pribadi mereka untuk World ID.

Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sementara membekukan Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID karena dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik. Pembekuan ini merupakan langkah pencegahan potensi risiko bagi masyarakat.

Namun, sebenarnya, apa tujuan World ID dan apa bahayanya bagi masyarakat?

Baca juga: Apa Itu World Coin & World ID? Scan Retina hingga Dapat Uang Paspor Otentik Manusia Secara teknis, aplikasi World App adalah pintu masuk pengguna ke Worldcoin. World ID, inti dari Worldcoin, berfungsi sebagai paspor digital otentik.

Warga Bekasi dan Depok rela mengantre lama untuk mendaftar di World App dan memindai iris mata mereka menggunakan perangkat bernama The Orb. Setelah proses selesai, mereka menerima mata uang kripto Worldcoin senilai sekitar Rp16.500 per koin, dengan total bayaran Rp200.000-Rp800.000.

Salah satu tokoh kunci di balik World adalah Sam Altman, CEO ChatGPT. World berada di bawah naungan Tools for Humanity (TFH), perusahaan teknologi asal San Francisco. World bertujuan menciptakan identitas digital otentik global yang memberikan akses ke berbagai protokol seperti World ID, Worldcoin, World App, dan World Chain.

Baca juga: Worldcoin Resmi Dilarang Beroperasi di Seluruh Kota Bekasi

Tujuan proyek ini ambisius: membangun sistem verifikasi manusia global untuk membedakan manusia dan bot, menjawab potensi penyalahgunaan identitas di era AI dan serangan bot.

Ancaman Keamanan Data Pribadi Aktivitas World di Indonesia melalui World ID dan Worldcoin menimbulkan kontroversi. Pemindaian iris mata membuka peluang penyalahgunaan data pribadi, terutama dengan lemahnya perlindungan data pribadi di Indonesia.

Baca juga: Worldcoin: The Good, the Bad, and the Ugly

Wahyudi Djafar dari Raksha Initiatives menjelaskan pemindaian iris mata termasuk data biometrik, sejenis data pribadi spesifik. UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) memberikan hak perlindungan data pribadi, termasuk data biometrik. Karena sifatnya yang spesifik, biometrik butuh perlindungan khusus, termasuk explicit consent dari subjek data.

“Prosesnya memerlukan persyaratan, misalnya explicit consent, pernyataan tegas dari subjek data,” ujar Wahyudi kepada wartawan Tirto, Selasa (6/5/2025).

Namun, implementasi UU PDP belum maksimal. Klausul tentang pemrosesan data sensitif seperti biometrik masih belum jelas, dan belum ada lembaga pengawas PDP independen.

Baca juga: Berlakunya UU PDP: Antara Perlindungan dan Potensi Kriminalisasi

Data iris mata rentan disalahgunakan jika pengelola data tidak mampu melindunginya. Kebocoran data biometrik dapat dimanfaatkan untuk akses ilegal ke layanan berbasis verifikasi biometrik, termasuk layanan kependudukan dan keuangan digital.

Data biometrik, seperti retina dan sidik jari, diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Penggunaannya oleh korporasi swasta tanpa perlindungan data yang memadai akan menimbulkan masalah berkepanjangan bagi subjek data.

“Pemerintah akan menggunakan data biometrik untuk jaminan sosial, risikonya harus diinformasikan,” kata Wahyudi.

Kembali ke pemblokiran Kominfo, World di Indonesia beroperasi melalui PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara. PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE, melanggar peraturan perundang-undangan.

Worldcoin menggunakan TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara, diduga melanggar PP Nomor 71 Tahun 2019 dan Permen Kominfo Nomor 10 Tahun 2021. Setiap PSE wajib terdaftar dan bertanggung jawab atas layanannya.

Menteri Kominfo, Meutya Hafid, mengatakan pihaknya mendapat masukan masyarakat untuk memeriksa Worldcoin dan World ID karena diduga melakukan aktivitas ilegal.

“Atas masukan masyarakat, kami suspend [Worldcoin dan World ID]. Mereka akan dipanggil oleh Dirjen Pengawasan Ruang Digital,” ucapnya di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

Dirjen Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, akan memanggil PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk klarifikasi.

Polri akan menindaklanjuti kasus Worldcoin dan World ID terkait data retina mata, dan akan berkoordinasi dengan pihak terkait.

“Tindakan kejahatan teknologi menjadi perhatian sosial. Polri akan mengambil langkah-langkah,” kata Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Selasa (6/5/2025).

Baca juga: Polri Lakukan Koordinasi demi Usut Dugaan Pidana Worldcoin

Tools for Humanity (TFH) menanggapi pembekuan izin operasionalnya di Indonesia. Mereka akan mencari kejelasan terkait persyaratan izin dan lisensi di Indonesia.

TFH berharap dapat melanjutkan dialog konstruktif dengan pemerintah Indonesia.

“Jika ada kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan, kami akan menindaklanjutinya,” kata pihak TFH, seperti dilansir Antara.

TFH mengklaim telah berdiskusi dengan pemerintah dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi sebelum beroperasi di Indonesia. Mereka juga telah melakukan sosialisasi melalui acara publik, kampanye edukatif, dan konferensi pers.

TFH memahami teknologi ini masih baru dan mungkin menimbulkan kekhawatiran. Mereka mengklaim data pribadi disimpan aman dan tidak dapat diakses oleh World atau TFH.

“Kami memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, terlebih dengan maraknya misinformasi, disinformasi, pencurian identitas, dan deep fake,” ujar mereka.

Pemerintah seharusnya tidak gagap merespons World ID dan Worldcoin. Pada Maret 2025, Kementerian Investasi/BKPM menandatangani nota kesepahaman dengan Tools for Humanity Corporation (TFH) untuk menjajaki peluang investasi sektor digital, termasuk produksi perangkat The Orb.

Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, menekankan investasi di sektor digital sejalan dengan Visi Digital 2045. Damien Kieran, Chief Legal and Privacy Officer TFH, menyoroti potensi Indonesia dalam ekosistem digital global.

“Dengan dukungan Kementerian Investasi/BKPM, kami berkomitmen mengeksplorasi peluang perakitan Orb di Indonesia, untuk pasar domestik dan Asia Tenggara,” kata Damien.

Kementerian Investasi/BKPM akan memberikan dukungan fasilitasi perizinan investasi dan membantu TFH mengidentifikasi insentif yang tersedia. TFH telah mengidentifikasi mitra industri lokal untuk mendukung produksi Orb.

Namun, apakah TFH baru hadir di Indonesia sejak Februari lalu? Laporan investigasi MIT Technology Review (6 April 2022) menyebutkan perwakilan Worldcoin telah hadir di 20 desa di Jawa Barat, mengumpulkan data biometrik siswa dan penduduk dengan iming-iming uang tunai.

Laporan tersebut menyebutkan perwakilan Worldcoin mendaftarkan belasan siswa di sebuah sekolah di Jawa Barat, membantu mereka mengunduh aplikasi, dan melakukan pemindaian biometrik. Mereka juga memberikan informasi tentang Worldcoin dan persetujuan data.

Baca juga: Kripto vs Emas: Mana Lebih Tahan Banting Saat Pasar Kacau?

Seorang kepala sekolah menyatakan seorang pejabat kecamatan memintanya menyiapkan sekolah untuk sosialisasi Worldcoin, dengan janji Rp2.000 per orang yang melakukan pemindaian retina. Ia memperkirakan mendapat Rp340.000 dari 170 orang.

Uang tersebut diduga berasal dari PT Sandina Abadi Nusantara, yang didirikan Muhammad Reza Ichsan. Ichsan membantah membayar warga desa, tetapi perusahaannya memiliki dana operasional untuk membantu pengumpulan data.

Menanggapi pertanyaan soal pemberian uang kepada pejabat desa, perwakilan Worldcoin mengatakan insiden tersebut “terisolasi” dan berjanji melakukan penyelidikan.

Laporan New York Times menyatakan proyek World diluncurkan dua tahun lalu secara internasional, menyasar negara berkembang. Sekitar 200 juta dolar telah dikumpulkan dari investor, dan sekitar 26 juta orang telah mendaftar, dengan 12 juta orang telah melakukan pemindaian Orb.

Pengumpulan data biometrik World telah menuai kontroversi dan dilarang di beberapa negara, termasuk Hong Kong dan Spanyol, dengan dugaan penipuan dan eksploitasi pekerja.

Baca juga: Mewaspadai Tren Skema Penipuan Berbasis Kripto yang Terus Naik

Daeng Ipul dari SAFEnet menyatakan penyalahgunaan data pribadi berpotensi terjadi karena World App mengumpulkan data biometrik, dan Kominfo belum mendaftarkannya sebagai PSE. Penyalahgunaan data biometrik dapat menyebabkan akses ilegal dan pencurian identitas.

Pemerintah perlu memahami proses dan maksud pengumpulan data biometrik World, dan pembentukan lembaga pengawas PDP independen sangat mendesak.

“Banyak pelanggaran dan penyalahgunaan data pribadi di Indonesia,” kata Ipul kepada wartawan Tirto, Selasa (6/5/2025).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *