tipstekno.com Teknologi artificial intelligence (AI) kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.
Kepopulerannya yang terus meningkat telah membawa AI ke berbagai aspek kehidupan manusia, membantu mempermudah dan mempercepat berbagai tugas.
Salah satu bidang yang kini telah terpengaruh oleh AI adalah dunia seni rupa, khususnya menggambar.
Dengan AI, proses menggambar menjadi lebih efisien. Cukup dengan menuliskan instruksi atau deskripsi gambar yang diinginkan, AI mampu menghasilkan gambar sesuai arahan dalam waktu singkat.
Namun, penggunaan AI dalam menggambar juga memicu perdebatan dan kontroversi.
Media sosial ramai dengan unggahan warganet yang mempertanyakan materi tentang AI yang diajarkan di kelas seni.
Baca juga: Duolingo Akan Ganti Pekerja Kontrak dengan AI, Apa Tujuannya?
Sebuah unggahan menampilkan gambar suasana kelas dengan layar yang menampilkan presentasi berjudul “Optimalisasi Pembuatan Gambar dengan AI”.
Berikut kutipan dari unggahan tersebut:
“Dosen FSRD btw, Dosen FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN” – @sat***ktty
Postingan ini pun menuai berbagai tanggapan dari warganet.
Sebagian memperdebatkan relevansi kurikulum AI dalam pendidikan seni, sementara yang lain menyoroti kurangnya konteks yang diberikan oleh pengunggah.
Lalu, sebenarnya bolehkah kita menggambar dengan bantuan AI? Bagaimana etika di baliknya? Mari kita bahas lebih lanjut.
Baca juga: Apakah AI dapat Menggantikan Manusia? Ini Tanggapan Pakar
AI sebagai tool dan pelengkap
Basnendar Herry Prilosadoso, Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, memberikan pandangannya mengenai penggunaan AI dalam pembuatan gambar.
“Teknologi, dalam bidang apa pun, akan selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia. Hal ini juga berlaku pada fenomena AI dalam seni rupa,” jelas Basnendar saat dihubungi KOMPAS.com pada Jumat (2/5/2025).
Basnendar menambahkan bahwa fenomena ini wajar menimbulkan pro dan kontra, terutama di kalangan seniman dan mahasiswa seni.
“Namun, kekuatan ilustrasi yang dihasilkan AI terletak pada prompt-nya,” ungkap Basnendar.
Prompt adalah instruksi atau perintah yang diberikan kepada AI untuk menghasilkan respons tertentu.
Baca juga: Kuil di Malaysia Gunakan Patung Dewi Berbasis AI, Bisa Sapa Umat
Kreator yang kurang memahami prinsip-prinsip seni rupa mungkin akan kesulitan mendapatkan hasil yang diinginkan. Sebaliknya, kreator yang berpengalaman akan mampu memanfaatkan AI secara maksimal.
“Peran kreator lebih dominan daripada AI itu sendiri. Oleh karena itu, kreator harus memiliki visi yang jelas dan mampu merumuskan prompt yang tepat,” jelas Basnendar.
Basnendar menekankan bahwa teknologi hanyalah alat atau tool pelengkap bagi manusia.
“AI memang dapat menghasilkan karya lebih cepat dan mungkin lebih baik dari manusia. Namun, menurut saya, ruh atau esensi karya tersebut tetap kurang dibandingkan karya asli manusia,” ujar Basnendar.
Baca juga: Operasional AI Generatif Butuh Konsumsi Air Luar Biasa Banyak
Keterbukaan tentang penggunaan AI
Basnendar menjelaskan bahwa aspek etika kembali kepada seniman atau desainer itu sendiri.
“Agak rumit jika kita membahas etika penggunaan AI dalam karya seni,” jelas Basnendar.
Ia menyarankan agar kreator terbuka dan jujur sejak awal mengenai penggunaan AI dalam proses pembuatan karya.
”Keterbukaan justru lebih baik daripada menyembunyikannya,” tegas Basnendar.
Basnendar juga menekankan pentingnya edukasi tentang teknologi AI.
Edukasi ini mencakup pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan AI, serta bagaimana kita dapat memanfaatkannya secara bijak.
“Intinya, kita perlu bersikap bijak dalam menghadapi perkembangan teknologi agar tidak terbawa arus,” tutup Basnendar.
Baca juga: Pakai AI Bisa Kurangi Kemampuan Berpikir, Studi Membuktikan