tipstekno.com – Baru-baru ini, platform Worldcoin dan World ID menjadi perbincangan hangat di media sosial. Beredar luas berbagai video dan foto yang menunjukkan antusiasme masyarakat saat mengunjungi kantor Worldcoin di Bekasi dan Depok.
Platform ini menjanjikan imbalan kepada pengguna yang bersedia memindai mata mereka menggunakan perangkat khusus. Namun popularitasnya sekejap sirna setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membekukan izin operasional Worldcoin dan World ID.
Baca juga: Kominfo Bekukan Izin Worldcoin dan WorldID, Layanan Digital Berbasis Pemindaian Retina Mata
Worldcoin dan World ID menuai kontroversi karena kekhawatiran akan keamanan data pribadi pengguna. Lalu, sebenarnya apa itu Worldcoin dan World ID?
Mengenal Worldcoin dan World ID
Worldcoin adalah proyek mata uang kripto (WLD) yang diluncurkan oleh Sam Altman, CEO OpenAI, pada tahun 2023. Perusahaan di balik Worldcoin adalah Tools for Humanity, yang berbasis di San Fransisco dan Berlin.
Berdasarkan data Coin Market Cap, kapitalisasi pasar WLD saat ini mencapai sekitar Rp 19 triliun, dengan 1,3 miliar koin yang beredar dari total 10 miliar koin. Harga koin WLD pada Senin, 5 Mei 2025, sekitar Rp 15.077.
Worldcoin memiliki platform dompet digital bernama World App, yang diklaim telah memiliki 26 juta pengguna aktif. Selain untuk menyimpan Worldcoin, World App juga dapat menyimpan World ID, sebuah identitas digital.
World ID berfungsi sebagai alat verifikasi yang memastikan pengguna adalah manusia asli, bukan bot AI. Untuk mendapatkan World ID, pengguna harus mendaftar terlebih dahulu.
Proses pendaftaran melibatkan pemindaian iris mata menggunakan perangkat berbentuk bola yang disebut Orb. Setelah iris mata diverifikasi sebagai manusia asli, World ID akan dibuat.
Sam Altman dan Alex Blania, salah satu pendiri Tools for Humanity, berharap Worldcoin dan World ID dapat memberikan solusi identitas online yang lebih aman di dunia digital yang rentan terhadap penipuan dan bot AI.
World ID memungkinkan verifikasi identitas yang lebih akurat. Proses pembuatannya mirip dengan sistem keamanan biometrik Face ID Apple.
Setelah pemindaian iris mata, pengguna akan mendapatkan World ID. Worldcoin mengklaim bahwa World ID bukanlah data biometrik langsung, melainkan pengidentifikasi yang dibuat menggunakan metode kriptografi bernama zero-knowledge proofs.
Dengan World ID, pengguna secara teoritis dapat masuk ke berbagai platform dengan lebih aman, tanpa harus memasukkan informasi lain seperti email, nama, atau foto.
Salah satu platform besar yang mendukung World ID adalah Okta. Worldcoin berperan sebagai alat pemasaran untuk mendorong pendaftaran World ID.
Seperti yang dilaporkan oleh Times, pengguna yang mendaftar World ID akan mendapat imbalan koin Worldcoin. Jumlah koin yang diberikan bervariasi di setiap wilayah.
Pada tahun 2023, Worldcoin menawarkan 25 token (sebelumnya senilai 60 dolar AS atau sekitar Rp 900.000) kepada pengguna baru. Hingga saat ini, tercatat 12.412.725 orang telah terverifikasi melalui Orb dan memiliki World ID.
Perangkat pemindai iris mata Orb telah beroperasi di lebih dari 1.500 unit di 23 negara. Meskipun menawarkan keamanan dan imbalan, Worldcoin dan World ID tetap kontroversial.
Baca juga: Sebelum Dibekukan di Indonesia, Worldcoin Sudah Bermasalah di Spanyol
Kontroversi Worldcoin dan World ID
Banyak pihak menilai bisnis Worldcoin dan World ID yang memindai mata dengan imbalan kripto sebagai praktik yang mengkhawatirkan, bahkan ada yang menyebutnya sebagai bentuk suap.
Worldcoin menyatakan bahwa informasi biometrik iris mata akan dihapus setelah diproses dan diubah menjadi kode kriptografi. Namun, sejarah penyalahgunaan data menimbulkan kekhawatiran akan potensi penjualan atau pemanfaatan data iris untuk tujuan pengawasan.
Sebuah artikel dari MIT Technology Review pada tahun 2022 menemukan bukti bahwa Worldcoin menggunakan praktik penipuan untuk menarik pengguna di beberapa negara, termasuk Indonesia, Kenya, dan Chili.
Proyek ini menawarkan hadiah seperti AirPods tanpa menjelaskan tujuan sebenarnya dari pengumpulan data mata. Ironisnya, Worldcoin yang mengklaim menawarkan keamanan justru mengalami insiden kebocoran data.
Pada tahun 2023, terjadi peretasan yang mengakibatkan pencurian kredensial login operator Worldcoin, memungkinkan peretas mengakses informasi internal.
Santiago Siri, anggota dewan Proof of Humanity, menilai Worldcoin sebagai bentuk kolonialisme karena operasi Orb lebih terkonsentrasi di negara berkembang dengan regulasi privasi yang kurang ketat dibandingkan Uni Eropa atau AS.
Regulator di berbagai negara telah mengawasi perkembangan Worldcoin. Di beberapa negara, proyek ini mendapat pengawasan ketat. Pengawas perlindungan data Prancis telah melakukan penyelidikan, begitu pula regulator Inggris yang mengeluarkan peringatan.
Pemerintah Kenya meminta Worldcoin menghentikan kegiatan pengumpulan data di negaranya. Di Indonesia, Kominfo baru saja membekukan operasional Worldcoin dan World ID.
Worldcoin dan World ID Dibekukan Kominfo
Kominfo membekukan sementara izin atau tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (PSE) Worldcoin dan WorldID di Indonesia karena adanya laporan masyarakat terkait aktivitas mencurigakan.
Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkominfo, Alexander Sabar, seperti dikutip KompasTekno dari Antaranews, Senin (5/5/2025).
Kominfo akan memanggil pejabat PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Menurut Alexander, layanan Worldcoin di Indonesia terdaftar menggunakan TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara, sementara PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai PSE dan tidak memiliki TDPSE seperti yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat mewajibkan setiap penyelenggara layanan digital untuk terdaftar secara resmi dan bertanggung jawab atas operasional layanannya.
“Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius,” tegas Alexander.
Baca juga: Bapak AI Peraih Nobel: Saya Bangga Murid Saya Memecat Sam Altman
Dapatkan berita teknologi dan gadget pilihan setiap hari. Bergabunglah di Kanal WhatsApp KompasTekno melalui tautan berikut: https://whatsapp.com/channel/0029VaCVYKk89ine5YSjZh1a. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.