tipstekno.com Emoji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi digital kita, baik melalui aplikasi pesan instan maupun media sosial.
Penggunaan emoji bervariasi; sebagian orang gemar menggunakannya, sementara yang lain jarang atau bahkan tidak pernah.
Menariknya, sebuah studi mengungkapkan bahwa frekuensi penggunaan emoji dapat mencerminkan kepribadian seseorang.
Emoji, sebagai piktogram kecil yang mengekspresikan emosi seperti kebahagiaan, kesedihan, atau kemarahan, telah mengubah cara kita berkomunikasi secara digital.
Lalu, bagaimana perbedaan kepribadian antara pengguna emoji yang rajin dan yang jarang menggunakannya?
Baca juga: 21 Perguruan Tinggi Indonesia dengan Jurusan S1 Psikologi Akreditasi Unggul 2025
Studi Penggunaan 40 Jenis Emoji
Berdasarkan laporan Psychology Today (Kamis, 1/5/2025), sebuah studi terbaru yang dimuat dalam jurnal Current Psychology meneliti hubungan antara perbedaan gender dalam penggunaan emoji dan berbagai karakteristik kepribadian.
Penelitian yang dipimpin oleh Shelia M. Kennison dari Oklahoma State University melibatkan 285 mahasiswa; 135 pria, 145 wanita, dan 5 peserta dengan identitas gender lainnya.
Para peneliti mengumpulkan data kebiasaan penggunaan emoji dari peserta, dengan meminta mereka menilai frekuensi penggunaan 40 jenis emoji dalam berbagai konteks komunikasi.
Responden diminta untuk menilai seberapa sering mereka menggunakan 40 jenis emoji saat berkirim pesan teks, membuat postingan media sosial, dan membalas postingan orang lain.
Aspek kepribadian peserta dinilai menggunakan kuesioner yang meliputi Big Five (keterbukaan, ekstroversi, keramahan, kehati-hatian, dan neurotisme), Dark Triad (narsisme, makiavelisme, dan psikopati), serta kecenderungan mencari sensasi.
Baca juga: Sering Bermimpi tentang Orang yang Sudah Meninggal? Ini Artinya Menurut Ilmu Psikologi
Wanita Lebih Sering Menggunakan Emoji
Studi ini menghasilkan temuan menarik. Wanita cenderung lebih sering menggunakan 40 emoji populer tersebut dibandingkan pria.
Penggunaan emoji, baik dalam konteks pesan positif maupun negatif, lebih sering dilakukan wanita. Hal ini terlihat dalam berbagai platform komunikasi, termasuk pesan teks, postingan, dan balasan di media sosial.
Perbedaan penggunaan emoji antara gender ini cukup signifikan.
Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan pola hubungan yang berbeda antara penggunaan emoji dan karakteristik kepribadian antara pria dan wanita.
Terkait Dark Triad, penggunaan emoji menunjukkan skor narsisme yang lebih tinggi, baik pada wanita maupun pria. Namun, wanita menunjukkan skor narsisme lebih tinggi sebagai pengguna emoji terbanyak.
Sementara itu, kecenderungan makiavelisme atau manipulatif lebih sering terlihat pada pria pengguna emoji.
Makiavelisme merupakan kepribadian yang cenderung menggunakan segala cara untuk mencapai ambisi.
Tidak ditemukan hubungan antara penggunaan emoji dan psikopati.
Baca juga: 15 Kutigan Psikologi tentang Kehidupan dan Motivasi Diri
Ekstrovert Lebih Sering Menggunakan Emoji
Berkaitan dengan Big Five, pria dan wanita ekstrovert cenderung lebih sering menggunakan emoji daripada individu introvert.
Pria dengan tingkat neurotisme tinggi lebih sering menggunakan emoji negatif.
Neurotisme menggambarkan kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi negatif.
Selain itu, pria narsistik dan wanita dengan sifat terbuka juga cenderung lebih sering menggunakan emoji.
Analisis statistik lebih lanjut menunjukkan bahwa faktor utama penggunaan emoji adalah narsisme pada wanita, serta makiavelisme dan neurotisme pada pria.
Secara keseluruhan, temuan paling menonjol adalah hubungan antara penggunaan emoji dan narsisme, khususnya pada wanita.
Baca juga: Biaya Kuliah Prodi Psikologi 2023 di UGM, UI, UB, Unpad, dan Undip
Mengenal Narsistik
Mengutip Mayo Clinic (6/4/2023), gangguan kepribadian narsistik adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan rasa penting diri yang berlebihan dan kepercayaan diri yang tinggi.
Penderita seringkali membutuhkan dan mencari perhatian berlebih serta menginginkan kekaguman dari orang lain.
Mereka mungkin kesulitan memahami atau peduli dengan perasaan orang lain.
Di balik kepercayaan diri yang berlebihan, mereka seringkali memiliki harga diri yang rapuh dan mudah tersinggung oleh kritik.
Gangguan ini dapat menimbulkan masalah dalam berbagai aspek kehidupan, seperti hubungan interpersonal, pekerjaan, pendidikan, atau keuangan.
Penderita seringkali merasa tidak bahagia dan kecewa ketika tidak mendapatkan perlakuan istimewa atau kekaguman yang mereka anggap pantas.
Hubungan mereka mungkin mengalami masalah dan orang lain mungkin merasa tidak nyaman berada di dekat mereka.
Pengobatan gangguan kepribadian narsistik biasanya melibatkan psikoterapi.
Gangguan ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan biasanya mulai muncul pada masa remaja atau dewasa muda.